Followers

My Blog

Anda pengunjung ke

Vocation

Vocation
Kota tua Ampenan [bukan sisa perang]
Diberdayakan oleh Blogger.

Vocation

Vocation
Sisi lain kota tua Ampenan
Rabu, 09 September 2009

Selayang Pandang Etnografi Lombok


Etnik Sasak merupakan penduduk asli dan kelompok etnik mayoritas, mereka meliputi lebih dari 92% dari keseluruhan penduduk Pulau Lombok. Kelompok-kelompok etnik seperti Bali, Samawa, Arab, Cina, Timor dan lain-lain adalah pendatang, dan di antara mereka orang-orang Bali merupakan kelompok etnik terbesar, meliputi sekitar 3% dari keseluruhan penduduk Pulau Lombok. Jumlah kedua terbesar dari kelompok pendatang itu adalah orang-orang dari etnik Samawa dari pulau Sumbawa bagian barat.
Sebagian besar orang Bali terutama bermukim di Lombok Barat dan Kota Mataram, dan ada juga sedikit bertempat tinggal di Lombok Tengah. Etnik Bali yang tinggal di Lombok adalah keturunan dari para penakluk yang datang dari Karangasem pada abad ke-17 lalu. Jumlah orang-orang Bali di Pulau Lombok tidak lebih dari 70.000 jiwa, sekitar 53.842 orang tinggal di Kota Mataram. Orang-orang Samawa bermukim di Lombok Timur. Orang-orang Arab hampir terkonsentrasi tinggal di Ampenan di wilayah permukiman khusus yang disebut Kampung Arab, sedangkan orang Tionghoa atau Cina yang mayoritas pedagang tinggal di pusat-pusat perdagangan dan pasar, seperti di Cakranegara, Ampenan dan Praya.
Orang-orang Bugis yang jumlahnya cukup banyak dan merupakan migran yang cukup lama tinggal di Lombok, umumnya mereka hidup sebagai nelayan dan tinggal di hampir sepanjang pesisir pantai Pulau Lombok, mulai dari pantai Sekotong, Gili Gede, Kampung Bugis, dan Pondokperasi, Ampenan, sepanjang pantai Pemenang, Tanjung, hingga Labuhan Carik (Kabupaten Lombok Barat), Tanjung Luar, Labuhan Lombok, Labuhan Haji (Kabupaten Lombok Timur). Selain itu mereka juga banyak mendiami pulau-pulau kecil di sekitar pulau Lombok seperti Gili Terawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Sedangkan komunitas Jawa sejak zaman Belanda dan pasca kemerdekaan menempati permukiman khusus Kampung Jawa yang terdapat di Mataram, Cakranegara, dan Praya serta Selong. Ampenan, selain permukiman khusus orang Arab, terdapat pula Kampung Banjar, Kampung Melayu, Kampung Bugis. Selain itu pemukiman pemeluk Nasrani umumnya berasal dari keturunan Timor, disebut Kampung Kapitan. Masing-masing komunitas dengan kampung khusus itu dikepalai oleh tetua masyarakatnya yang disebut Kapitan.
Mengenai sejarah atau asal-usul etnik Sasak, masih menjadi perbincangan di antara para ahli sejarah, sebab sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian yang seksama mengenai hal tersebut. Namun berangkat dari bukti-bukti etnografis yang sederhana dapat dikatakan bahwa, etnik Sasak adalah bagian dari keturunan Etnik Jawa yang menyeberang ke Pulau Bali kemudian ke Pulau Lombok, dan diperkirakan mulai sejak zaman Kerajaan Daha, Keling (Kalingga), Singosari sampai pada zaman Kerajaan Mataram Hindu pada abad ke 5-6 Masehi. Lebih-lebih setelah hampir runtuhnya Kerajaan Majapahit di penghujung abad ke-15 atau tepatnya sekitar tahun 1518–1521 di saat memasuki era Islamisasi, penyeberangan migran Jawa ke Lombok semakin meningkat.
Duplikasi nama-nama tempat maupun nama-nama orang antara Jawa dan Lombok dapat menjadi bukti akan hal ini, seperti Kediri, Kuripan, Keling, Jenggala, Pajang Mataram, Gresik, Surabaya, Medang, Menggala, Wanasaba, Suralaga, Pringgabaya, Kutaraja, Suranadi, Sukaraja, Kutara, Peneraga, dan lain-lain. Juga, dalam hal penamaan orang terlihat dengan jelas pengaruh dari nama-nama Jawa, seperti Raden Wiracempaka, Mamiq Diguna, Loq Swarna, Baiq Diah Purwanti, La Sumirah, Setiawati, dan lain-lain.
Hal itu juga terlihat pada hal-hal yang berkaitan dengan bahasa, kesenian rakyat, tata nilai, adat istiadat, yang relatif memiliki kesamaan, dan dipengaruhi oleh budaya Jawa. Duplikasi tulisan huruf Jawa yang kemudian popular disebut Jejawen/Jejawan dalam huruf Sasaka dengan bahasa Kawi menjadi tulisan yang digunakan dalam kitab-kitab lontar Sasak yang disebut takepan.
Adapun bukti tertulis yang menandai bahwa Etnik Sasak mempunyai hubungan dengan Etnik Bali adalah penemuan nekara perunggu yang bertuliskan “Sasak dana prihan srih Jawa nira” (benda ini pemberian orang-orang Sasak). Kerangka perunggu itu berangka tahun 1077 Masehi, bertuliskan huruf kuadrat. Nekara itu ditemukan di Desa Pujungan Tabanan Bali. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian arkeologi atau hasil ekskavasi di Gunung Piring, Desa Teruwai, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah bagian selatan pada tahun 1976, menunjukkan sekitar 1600-1800 tahun yang lalu, Pulau Lombok telah dihuni orang. Penduduk di kala itu mempunyai kebudayaan yang sama dengan penduduk yang mendiami Gilimanuk Bali dan Pulau Pallawan di Piliphina.
Pada abad ke 5-6 M, migran-migran Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga, Daha, Singosari, berdatangan ke Lombok dengan membawa paham agama Shiwa-Budha. Menyusul setelah itu, kerajaan Hindu Majapahit, Hindu dari Jawa Timur masuk ke Lombok pada abad ke-7 dan memperkenalkan agama Hindu-Budha di kalangan orang Sasak. Pengaruh migran yang membawa agama Shiwa-Budha maupun Hindu-Budha tidaklah signifikan karena setelah dinasti Majapahit jatuh pada abad ke-13 raja Jawa muslim, untuk pertama kalinya membawa agama Islam masuk melalui Gowa Sulawesi dan tiba di Lombok dari arah timur laut. Disusul kemudian oleh orang-orang Makasar (Bugis) dari kerajaan Gowa tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasai kerajaan asli Etnik Sasak yakni Selaparang. Pada saat yang bersamaan Kerajaan Gelgel dari Bali berusaha melakukan infiltrasi ke Lombok Barat untuk menguasai Lombok atau kerajaan Selaparang, sekaligus membendung gerak maju kekuasaan dari raja Gowa yang membawa misi Islam Sunni.
Selain konversi orang Sasak Boda ke dalam Islam, secara khusus dapat dilihat bahwa dua kerajaan terakhir inilah yang memengaruhi secara dominan sosial budaya masyarakat Sasak hingga saat ini. Namun secara umum sosial budaya masyarakat Sasak dipengaruhi oleh semua kebudayaan migran yang datang ke Lombok, atau dengan kata lain, kekuatan asing yang menaklukkan Lombok selama berabad-abad sangat menentukan cara orang Sasak menyerap pengaruh-pengaruh luar. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa sosial budaya masyarakat Sasak berkaitan dengan sistem budaya yang kompleks, yang termanifestasi ke dalam bahasa, adat istiadat, tata nilai, busana, sistem kepercayaan, beberapa tradisi dan kebiasaan, nama-nama orang dan tempat, tradisi kesenian, dan permainan rakyat.
read more "Selayang Pandang Etnografi Lombok"

Zakat Mâl Mâlkiyat Izor (expropriation)

Konsep Zakat di dalam Alquran disampaikan dengan beberapa perkataan dalam bahasa Arab yang berakar pada kata zaka. Pengertian kata zaka ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, bersih, tumbuh, bertambah, berkah, baik, dan terpuji. Yusuf Qardawi, sesuai dengan lisanul’arab dan beberapa rujukan lainnya, menyatakan bahwa arti terpenting yang dipakai di dalam Alquran dan hadits adalah bertambah dan tumbuh. (Yusuf Qardhawi, 1973, h. 34)
Dalam rumusan fiqh yang sudah dibudayakan selama ini zakat mâl dalam pengertiannya secara umum berarti sejumlah harta benda tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak apabila telah mencapai nishâb, haul, dan atau kedua-duanya. Kalau dipertautkan kembali kedua pengertian tersebut, antara pengertian bahasa dengan rumusan fiqh maka zakat dapat diartikan sebagai kegiatan memperbanyak harta dan melindunginya dari kebinasaan. 
Zakat secara definitif diartikan sejumlah harta tertentu yang terselip di dalam kekayaan yang dimiliki secara riil oleh setiap muslim dan diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang yang berhak (mustahik) atas harta itu setelah terhitung nisab dan haul, guna membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya. 
Setidaknya ada enam unsur yang bisa difahami dalam pengertian ini, yaitu: 
1. Sejumlah harta tertentu yang terselip dalam harta kekayaan;
2. Kekayaan tersebut dimiliki secara riil (nyata); 
3. Yang memiliki adalah seorang muslim;
4. Sejumlah harta tertentu tersebut diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang Islam yang berhak;
5. Harta kekayaan tersebut telah mencapai nisab dan haul, dan;
6. Bertujuan untuk membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya. 
Dalam memahami konsep zakat kita tidak saja dihadapkan pada zakat yang bermakna sebagai substansi atau zakat sebagai kata benda, akan tetapi kata zakat juga berarti kata kerja dengan segala bentuknya. 
Menurut Yusuf Qardawi, lingkaran makna yang melingkupi kata zaka dengan segala derivasinya itu adalah bersih atau membersihkan, sehingga konsep ini memberikan pengertian bahwa kebersihan ekonomi merupakan sunnah yang sangat mendasar dalam manajemen harta, sekaligus menjadi kontradiksi dengan ekonomi kapitalistik dan komunistik. Konsep ini juga dikemukakan oleh Prof. M. Abdul Mannan, M.A., Ph.D. dalam Islamic Economics, Theory and Practice. 
Mâlkiyat Izor merupakan kekayaan yang diperoleh dengan jalan kekuatan sebagai pemilik modal. Atau dalam terminologi Marxis diistilahkan dengan expropriation (pengambilalihan) oleh kediktatoran kelas biasa yang kaya atas golongan masyarakat yang telah bekerja keras. (Ali Asghar Engineer, 2000). Atau, merupakan sejumlah harta yang dalam perolehannya didapatkan melalui eksploitasi, penguasaan terhadap lahan produksi, penguasaan (monopoli) pemasaran, yang memang terjadi dan tidak bisa terelakkan, dan menyebabkan sejumlah orang yang mau tidak mau mesti terpinggirkan. [Contohnya seperti keberadaan mall yang secara tidak langsung mematikan pedagang disekitarnya].
Orang-orang terpinggirkan (tertindas) ini seyogyanya mendapat perhatian ekstra dari MUI, dengan mencoba mendiagnosa kondisi mereka sekaligus mencari resep penyembuhannya, melalui fatwa keberpihakan kepada mereka dengan memfungsikan zakat sebagai sarana utama, yang mengedepankan kemaslahatan sosial kepentingan kaum tertindas ini.
Fungsi utama zakat adalah sebagai pemberdayaan ekonomi ummat demi mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan sehingga mereka bisa hidup layak dan mandiri, tanpa menggantungkan nasibnya atas belas kasihan orang lain, (Lihat H. Masjfuk Z, 1997, h. 241) yang pada awal pemberlakuannya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan konsumtif saja. 
Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa pemberlakuan seperti pada masa awal tersebut dirasakan tidak begitu mampu mendongkrak kondisi mereka, sebagaimana pengalaman Dr. Muhammad Yunus, pendiri Dirut Grameen Bank, dalam pengalaman pribadinya, seperti yang dicatat oleh M. Dawam Rahardjo, ternyata orangorang yang diberinya zakat setiap tahun nasibnya kini tidak lebih baik dari keadaan lima atau sepuluh tahun yang lalu, yaitu tetap miskin. Dibandingkan dengan puluhan ribu orang yang diberi pinjaman produktif. (Lihat M. Dawam Rahardjo, 1999, h. 498)
Dengan memaksimâlkan fungsi zakat sebagaimana fungsi utamanya—sebagai sarana sosial agar terdistribusinya sumberdaya harta kepada orangorang miskin sehingga terciptanya pemenuhan rasa keadilan ditengahtengah masyarakat, maka pengembangan model (sistem) keadilan, serta mengalihkan fungsi—dari komsumtif ke produktif—amat mutlak dilakukan.
read more "Zakat Mâl Mâlkiyat Izor (expropriation)"

About Me

Foto Saya
Beryn Bimtihan
Guru madrasah yang baru melek teknologi, ngetik masih pake 11 jari dan seringkali mematikan komputer dengan menekan power langsung he he he, padahal saya lahir di suatu tempat yang namanya sudah tertera di "google earth", dan di tempat kelahiran saya ini ada 5 pesantren (mungkin dalam waktu dekat akan nambah menjadi 6), tuan guru, ustaz, ustazah yang saban hari setiap selesai salat 5 waktu selalu ada pengajian kitab kuning, tapi ironisnya perilaku masyarakatnya (terutama pemuda) bertolak belakang dengan "kenyataan" sebagai ikon kota santri... Di tempat kelahiranku ini, rentenir bergentayangan, pemuda putus sekolah tak terhingga, kebersihannya tak terurus, orang miskin menjadi pemandangan yang biasa, padahal para pejabat, dosen, peneliti dan para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah banyak yang berasal dari tempat kelahiran saya ini, namun yang paling ironis adalah para Tuan gurunya sering saling menjegal, dan pada akhirnya masyarakat umumlah yang selalu menjadi korban. Namun dalam pandangan objektifitasku, hal yang saya banggakan di tempat kelahiranku ini, yakni dinamisasi dan progresifitas masyarakat pada umumnya...bravo kota santri
Lihat profil lengkapku