Blog Archive
Followers
My Blog
-
Interfaith Dialogue dan Toleransi yang Salah - Di awal tahun 2013, sebuah lembaga bernama Committee for Interfaith Tolerance Indonesia (CINTA) Indonesia berencana mengadakan roadshow dialog antar agama ...11 tahun yang lalu
-
........... Sky - [image: IMG-20120205-00184] Another magnificent sunset view. This one at Ampenan beach. (I really have no idea for the title of this post, maybe you guys h...12 tahun yang lalu
-
Kejanggalan Intelejen AS Seputar Usamah dan 9/11 (Bagian 1) - REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penyergapan dan pembunuhan Usamah bin Ladin di Pakistan oleh tentara Navy SEALS Amerika Serikat masih menyisakan banyak tanda tan...12 tahun yang lalu
-
Cara Bikin "read more" Otomatis di Blog Blogger - Biar gak capek susah bolak balik bikin read more, ini ada cara yang sekali jalan langsung bisa bikin "read more" di blogmu Login ke Blogger > klik Layout> ...12 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
Anda pengunjung ke
Vocation
Diberdayakan oleh Blogger.
Vocation
Rabu, 09 September 2009
Zakat Mâl Mâlkiyat Izor (expropriation)
Konsep Zakat di dalam Alquran disampaikan dengan beberapa perkataan dalam bahasa Arab yang berakar pada kata zaka. Pengertian kata zaka ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, bersih, tumbuh, bertambah, berkah, baik, dan terpuji. Yusuf Qardawi, sesuai dengan lisanul’arab dan beberapa rujukan lainnya, menyatakan bahwa arti terpenting yang dipakai di dalam Alquran dan hadits adalah bertambah dan tumbuh. (Yusuf Qardhawi, 1973, h. 34)
Dalam rumusan fiqh yang sudah dibudayakan selama ini zakat mâl dalam pengertiannya secara umum berarti sejumlah harta benda tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak apabila telah mencapai nishâb, haul, dan atau kedua-duanya. Kalau dipertautkan kembali kedua pengertian tersebut, antara pengertian bahasa dengan rumusan fiqh maka zakat dapat diartikan sebagai kegiatan memperbanyak harta dan melindunginya dari kebinasaan.
Zakat secara definitif diartikan sejumlah harta tertentu yang terselip di dalam kekayaan yang dimiliki secara riil oleh setiap muslim dan diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang yang berhak (mustahik) atas harta itu setelah terhitung nisab dan haul, guna membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya.
Setidaknya ada enam unsur yang bisa difahami dalam pengertian ini, yaitu:
1. Sejumlah harta tertentu yang terselip dalam harta kekayaan;
2. Kekayaan tersebut dimiliki secara riil (nyata);
3. Yang memiliki adalah seorang muslim;
4. Sejumlah harta tertentu tersebut diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang Islam yang berhak;
5. Harta kekayaan tersebut telah mencapai nisab dan haul, dan;
6. Bertujuan untuk membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya.
Dalam memahami konsep zakat kita tidak saja dihadapkan pada zakat yang bermakna sebagai substansi atau zakat sebagai kata benda, akan tetapi kata zakat juga berarti kata kerja dengan segala bentuknya.
Menurut Yusuf Qardawi, lingkaran makna yang melingkupi kata zaka dengan segala derivasinya itu adalah bersih atau membersihkan, sehingga konsep ini memberikan pengertian bahwa kebersihan ekonomi merupakan sunnah yang sangat mendasar dalam manajemen harta, sekaligus menjadi kontradiksi dengan ekonomi kapitalistik dan komunistik. Konsep ini juga dikemukakan oleh Prof. M. Abdul Mannan, M.A., Ph.D. dalam Islamic Economics, Theory and Practice.
Mâlkiyat Izor merupakan kekayaan yang diperoleh dengan jalan kekuatan sebagai pemilik modal. Atau dalam terminologi Marxis diistilahkan dengan expropriation (pengambilalihan) oleh kediktatoran kelas biasa yang kaya atas golongan masyarakat yang telah bekerja keras. (Ali Asghar Engineer, 2000). Atau, merupakan sejumlah harta yang dalam perolehannya didapatkan melalui eksploitasi, penguasaan terhadap lahan produksi, penguasaan (monopoli) pemasaran, yang memang terjadi dan tidak bisa terelakkan, dan menyebabkan sejumlah orang yang mau tidak mau mesti terpinggirkan. [Contohnya seperti keberadaan mall yang secara tidak langsung mematikan pedagang disekitarnya].
Orang-orang terpinggirkan (tertindas) ini seyogyanya mendapat perhatian ekstra dari MUI, dengan mencoba mendiagnosa kondisi mereka sekaligus mencari resep penyembuhannya, melalui fatwa keberpihakan kepada mereka dengan memfungsikan zakat sebagai sarana utama, yang mengedepankan kemaslahatan sosial kepentingan kaum tertindas ini.
Fungsi utama zakat adalah sebagai pemberdayaan ekonomi ummat demi mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan sehingga mereka bisa hidup layak dan mandiri, tanpa menggantungkan nasibnya atas belas kasihan orang lain, (Lihat H. Masjfuk Z, 1997, h. 241) yang pada awal pemberlakuannya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan konsumtif saja.
Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa pemberlakuan seperti pada masa awal tersebut dirasakan tidak begitu mampu mendongkrak kondisi mereka, sebagaimana pengalaman Dr. Muhammad Yunus, pendiri Dirut Grameen Bank, dalam pengalaman pribadinya, seperti yang dicatat oleh M. Dawam Rahardjo, ternyata orangorang yang diberinya zakat setiap tahun nasibnya kini tidak lebih baik dari keadaan lima atau sepuluh tahun yang lalu, yaitu tetap miskin. Dibandingkan dengan puluhan ribu orang yang diberi pinjaman produktif. (Lihat M. Dawam Rahardjo, 1999, h. 498)
Dengan memaksimâlkan fungsi zakat sebagaimana fungsi utamanya—sebagai sarana sosial agar terdistribusinya sumberdaya harta kepada orangorang miskin sehingga terciptanya pemenuhan rasa keadilan ditengahtengah masyarakat, maka pengembangan model (sistem) keadilan, serta mengalihkan fungsi—dari komsumtif ke produktif—amat mutlak dilakukan.
Dalam rumusan fiqh yang sudah dibudayakan selama ini zakat mâl dalam pengertiannya secara umum berarti sejumlah harta benda tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak apabila telah mencapai nishâb, haul, dan atau kedua-duanya. Kalau dipertautkan kembali kedua pengertian tersebut, antara pengertian bahasa dengan rumusan fiqh maka zakat dapat diartikan sebagai kegiatan memperbanyak harta dan melindunginya dari kebinasaan.
Zakat secara definitif diartikan sejumlah harta tertentu yang terselip di dalam kekayaan yang dimiliki secara riil oleh setiap muslim dan diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang yang berhak (mustahik) atas harta itu setelah terhitung nisab dan haul, guna membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya.
Setidaknya ada enam unsur yang bisa difahami dalam pengertian ini, yaitu:
1. Sejumlah harta tertentu yang terselip dalam harta kekayaan;
2. Kekayaan tersebut dimiliki secara riil (nyata);
3. Yang memiliki adalah seorang muslim;
4. Sejumlah harta tertentu tersebut diwajibkan oleh Allah untuk disedekahkan kepada orangorang Islam yang berhak;
5. Harta kekayaan tersebut telah mencapai nisab dan haul, dan;
6. Bertujuan untuk membersihkan harta kekayaan dan menyucikan jiwa pemiliknya.
Dalam memahami konsep zakat kita tidak saja dihadapkan pada zakat yang bermakna sebagai substansi atau zakat sebagai kata benda, akan tetapi kata zakat juga berarti kata kerja dengan segala bentuknya.
Menurut Yusuf Qardawi, lingkaran makna yang melingkupi kata zaka dengan segala derivasinya itu adalah bersih atau membersihkan, sehingga konsep ini memberikan pengertian bahwa kebersihan ekonomi merupakan sunnah yang sangat mendasar dalam manajemen harta, sekaligus menjadi kontradiksi dengan ekonomi kapitalistik dan komunistik. Konsep ini juga dikemukakan oleh Prof. M. Abdul Mannan, M.A., Ph.D. dalam Islamic Economics, Theory and Practice.
Mâlkiyat Izor merupakan kekayaan yang diperoleh dengan jalan kekuatan sebagai pemilik modal. Atau dalam terminologi Marxis diistilahkan dengan expropriation (pengambilalihan) oleh kediktatoran kelas biasa yang kaya atas golongan masyarakat yang telah bekerja keras. (Ali Asghar Engineer, 2000). Atau, merupakan sejumlah harta yang dalam perolehannya didapatkan melalui eksploitasi, penguasaan terhadap lahan produksi, penguasaan (monopoli) pemasaran, yang memang terjadi dan tidak bisa terelakkan, dan menyebabkan sejumlah orang yang mau tidak mau mesti terpinggirkan. [Contohnya seperti keberadaan mall yang secara tidak langsung mematikan pedagang disekitarnya].
Orang-orang terpinggirkan (tertindas) ini seyogyanya mendapat perhatian ekstra dari MUI, dengan mencoba mendiagnosa kondisi mereka sekaligus mencari resep penyembuhannya, melalui fatwa keberpihakan kepada mereka dengan memfungsikan zakat sebagai sarana utama, yang mengedepankan kemaslahatan sosial kepentingan kaum tertindas ini.
Fungsi utama zakat adalah sebagai pemberdayaan ekonomi ummat demi mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan sehingga mereka bisa hidup layak dan mandiri, tanpa menggantungkan nasibnya atas belas kasihan orang lain, (Lihat H. Masjfuk Z, 1997, h. 241) yang pada awal pemberlakuannya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan konsumtif saja.
Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa pemberlakuan seperti pada masa awal tersebut dirasakan tidak begitu mampu mendongkrak kondisi mereka, sebagaimana pengalaman Dr. Muhammad Yunus, pendiri Dirut Grameen Bank, dalam pengalaman pribadinya, seperti yang dicatat oleh M. Dawam Rahardjo, ternyata orangorang yang diberinya zakat setiap tahun nasibnya kini tidak lebih baik dari keadaan lima atau sepuluh tahun yang lalu, yaitu tetap miskin. Dibandingkan dengan puluhan ribu orang yang diberi pinjaman produktif. (Lihat M. Dawam Rahardjo, 1999, h. 498)
Dengan memaksimâlkan fungsi zakat sebagaimana fungsi utamanya—sebagai sarana sosial agar terdistribusinya sumberdaya harta kepada orangorang miskin sehingga terciptanya pemenuhan rasa keadilan ditengahtengah masyarakat, maka pengembangan model (sistem) keadilan, serta mengalihkan fungsi—dari komsumtif ke produktif—amat mutlak dilakukan.
Label:
Zakat Mal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Beryn Bimtihan
- Guru madrasah yang baru melek teknologi, ngetik masih pake 11 jari dan seringkali mematikan komputer dengan menekan power langsung he he he, padahal saya lahir di suatu tempat yang namanya sudah tertera di "google earth", dan di tempat kelahiran saya ini ada 5 pesantren (mungkin dalam waktu dekat akan nambah menjadi 6), tuan guru, ustaz, ustazah yang saban hari setiap selesai salat 5 waktu selalu ada pengajian kitab kuning, tapi ironisnya perilaku masyarakatnya (terutama pemuda) bertolak belakang dengan "kenyataan" sebagai ikon kota santri... Di tempat kelahiranku ini, rentenir bergentayangan, pemuda putus sekolah tak terhingga, kebersihannya tak terurus, orang miskin menjadi pemandangan yang biasa, padahal para pejabat, dosen, peneliti dan para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah banyak yang berasal dari tempat kelahiran saya ini, namun yang paling ironis adalah para Tuan gurunya sering saling menjegal, dan pada akhirnya masyarakat umumlah yang selalu menjadi korban. Namun dalam pandangan objektifitasku, hal yang saya banggakan di tempat kelahiranku ini, yakni dinamisasi dan progresifitas masyarakat pada umumnya...bravo kota santri
0 komentar:
Posting Komentar